Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

MAKALAH PSIKOLOGI LEMBAGA MASYARAKAT


BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
            Salah satu unsur penting dari kajian tentang struktur sosial adalah lembaga
kemasyarakatan, namun pembahasan tentang lembaga kemasyarakatan dalam bagian ini
sifatnya tidak menyeluruh, tetapi  hanya sekedar pengantar yang menyangkut hal-hal pokok
saja, mengingat pada bagian berikutnya, kajian tentang lembaga kemasyarakatan ini akan
dibahas secara terperinci; maksud penulisannya yaitu untuk menggambarkan satu bagian dari
struktur sosial sehingga kajiannya menjadi utuh.
Unsur penting lain dari struktur sosial adalah apa yang disebut sebagai lembaga sosial
atau  lembaga kemasyarakatan  juga biasa disebut dengan  institusi sosial  sebagai pengertian
dari konsep awal  social institutions, yaitu sebagai himpunan norma-norma segala tingkatan
yang berkisar pada suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat; Koentjaraningrat
(1996) mengartikan social institutions ini sebagai  pranata sosial, yaitu sebagai suatu sistem
norma khusus yang menata serangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu
keperluan yang khusus dalam kehidupan masyarakat. Dalam bahasa sehari-hari istilah
institution sering dikacaukan dengan institute, dalam pengertian Koentjaraningrat di atas
institution diartikannya sebagai pranata, sedangkan institute diartikan sebagai lembaga;
namun dalam  sosiologi, pengertian konsep itu tidak demikian walaupun substansinya
sebenarnya sama. Soerjono Soekanto (1998) mengartikan institution sebagai lembaga dan
institute sebagai  asosiasi,  untuk selanjutnya buku ini lebih mengacu terhadap apa yang
dikemukakan oleh Soekanto di atas.  
            Kalau mengacu pada apa yang dikatakan W.G. Sumner (1940) dengan karangannya
yang cukup terkenal “folkways”, dia mengatakan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan
tumbuh dari kebiasaan-kebiasaan menjadi adat istiadat, yang kemudian berkembang menjadi
tata kelakuan („mores‟) dan akan bertambah matang apabila telah diadakan penjabaran
terhadap aturandan perbuatan; pada saat itu terbentuklah suatu struktur (yaitu suatu sarana
atau struktur peranan), dan sempurnalah lembaga tersebut. Kebiasaan dan tata kelakuan,
merupakan cara–cara bertingkah laku yang lebih bersifat habitual dan kadang-kadang tidak
didasarkan pada penalaran. Kemudian Sumner beranggapan, bahwa suatu lembaga bukan
merupakan aksi atau kaidah, akan tetapi suatu kristalisasi dari perangkat kaidah-kaidah, yang
selanjutnya mengacu pada organisasi-organisasi abstrak maupun konkrit; dia menganggap
perkawinan sebagai lembaga yang tidak sempurna, oleh karena tidak berstruktur, akan tetapi
keluarga merupakan suatu lembaga.   
Lembaga  kemasyarakatan ini selalu melekat dalam kehidupan masyarakat, tidak
dipersoalkan apakah bentuk masyarakat itu masih sederhana ataupun telah maju; setiap
masyarakat sudah tentu tidak akan terlepas dengan kompleks kebutuhan atau kepentingan
pokok yang apabila dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan ,
dan  wujud konkrit dari lembaga sosial disebut  asosiasi.  Sebagai contoh, Universitas
merupakan lembaga kemasyarakatan, sedangkan Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas Gajah Mada, atau Universitas Airlangga adalah contoh asosiasi. Selain
kegunaan seperti di atas, lembaga kemasyarakatan memuat arti penting dalam masyarakat,
yaitu mengkondisikan keteraturan dan menjaga  integrasi  dalam masyarakat; yang secara
umum Soekanto  mengemukakan bahwa lembaga kemasyarakatan yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan pokok manusia itu pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu :

1.  Memberikan pedoman pada anggota masyarakat tentang bagaimana seharusnya
mereka bertingkah-laku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakatnya, terutama yang menyangkut berbagai kebutuhan.
2.   Menjaga keutuhan masyarakat
3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem  pengendalian
sosial (social control); artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah-laku
anggota-anggotanya.  


1.2  Rumsan Masalah

1.      Apa Lembaga Masyarakat ?
2.      Apa Tujuan Lembaga Kemasyarakatan ?
3.      Apa Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan ?
4.      Apa Social Control ?
5.      Apa Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan ?
6.      Apa Tipe Lembaga Kemasyarakatan ?
7.      Apa Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan ?

1.3         Tujuan Penulisan

1.      Mengetahui Pengertian Lembaga Masyarakat
2.      Mengetahui Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
3.      Mengetahui Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
4.      Mengetahui Social Control
5.      Mengetahui Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
6.      Mengetahui Tipe Lembaga Kemasyarakatan
7.      Mengetahui Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan






BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Lembaga Masyarakat
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.

2.2 Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
1) Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2) Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

2.3. Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
a. Norma-norma masyarakat
Supaya hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana dharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma Contoh adalah perihal perjanjian tertulis yang menyangkut pinjam meminjam uang yang dahulu tidak pernah dilakukan. Norma-norma yang ada didalam masyarakat, mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang sedang sampai yang kuat daya ikatnya. Pada yang terakhir umumnya anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologi dikenal adanya empat pengertian, yaitu:
a) Cara (usage)
b) Kebiasaan (Folkways)
c) Tata Kelakuan (Mores)
d) Adat Istiadat (Custom)
Cara (Usage)
 Dimana Usage lebih menonjol didalam hubungan antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan mengakibatkan hukum yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi ada pula yang mengeluarkan unyi sebagai tanda kepuasannya menghilangkan kehausannya. Dalam cara yang terakhir biasanya danggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila perbuatan tersebut diperlakukan juga maka paling banyak orang yang diajak minum bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.

Kebiasaan (Filkways)
Suatu kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama, merupakan ukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpanga terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan mengormati orang yang lebih tua merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut.
Norma-norma tersebut diatas telah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian tertantu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses pelembagaan (Institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal, diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat adanya proses termaksud diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai peraturan (operative institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara pria dengan wanita. Lembaga kekeluargaan mengatur hubungan antara anggota keluarga didalam suatu masyarakat.lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan dari suatu generasi pada generasi berikutnya.
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.

2.4  Social Control
Suatu proses pengadilan sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada pokoknya berkisar pada cara-cara tanpa kekerasan (persuasive) ataupun dengan paksaan (Coersive). Cara mana yang sebaiknya diterapkan sedikit banyaknya juga tergantung pada faktor terhadap siapa pengendalian sosial tadi hendak diperlakukan dan didalam keadaan yang bagaimana. Didalam keadaan masyarakat yang secara relatife berada pada keadaan yang tentram, maka cara-cara persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada penggunaan paksaan.

Karena didalam masyarakat yang tentram sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging didalam diri warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Betapa tentram dan tenangnya suatu masyarakat, pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang.terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan paksaan, agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketentraman yang telah ada.

Paksaan lebih sering diperlukan didalam masyarakat yang berubah, karena didalam keadaan seperti itu pengendalian social jugaberfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lamayang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas – batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan, karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negative, setidaknya secara potensial.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.

2.5 Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan

1. Suatu lembaga kemasyarakatan adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola
perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat-istiadat, tata-kelakuan, kebiasaan serta
unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
tergabung dalam satu unit yang fungsional.

2. Suatu tingkat kekelan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama.

3.Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.

4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan,
mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya
berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.

5. Lambang-lambang biasanya merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi
lembaga yang bersangkutan.

6. Suatu Lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis atau yang tidak tertulis,
yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.

2.6 Tipe Lembaga Kemasyarakatan
Tipe-tipe lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari pelbagai sudut.
Menurut Gillin dan Gillin :
1) Dari sudut perkembangannya :
a. Crescive Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Lembaga-lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Contoh : hak milik, perkawinan, agama, dsb.
b. Enacted Institution
Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
2) Dari sudut sistem nilai-nilai yang diterima masyarakat:
a. Basic Institutions
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia,
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, segara, dsb.
b. Subsidiary Institutions
Dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3) Dari sudut penerimaan masyarakat:
a. Approved-Socially Sanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti sekolah, lembaga
perdagangan, dsb.
b. Unsanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
4) Dari sudut penyebarannya :
a. General Institutions
Contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia.
b. Restricted Institutions
Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted Institutions, karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini.

5) Dari sudut fungsinya :
a. Operative Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
b. Restricted Regulative
Bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri
2.7 Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan

             Dari sudut pandang kompleks atau  sederhananya suatu lembaga kemasyarakat atau
menentukan berapa banyak atau besar lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dalam
satu masyarakat, sebenarnya sukar untuk diukur, karena hal ini tergantung dari sifat kompleks
atau sederhananya kebudayaan suatu masyarakat. Makin besar dan kompleks perkembangan
suatu masyarakat, makin banyak  pula jumlah lembaga kemasyarakatan yang ada. Namun
untuk menentukan lembaga–lembaga kemasyarakatan yang pokok, sekurangnya setiap
masyarakat memiliki delapan buah lembaga kemasyakatan berdasarkan fungsi untuk
memenuhi keperluan hidupnya,  yaitu yang menyangkut lembaga :

1. kekerabatan yang disebut juga sebagai kinship institutions, antara lain mencakup lembaga
perkawinan, tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun pergaulan
antar kerabat, dan lain-lain.
2.   ekonomi  (produksi, mengumpulkan dan mendistribusikan hasil produksi, dan lain-lain),
antara lain mencakup pertanian, peternakan, berburu, industri, perbankan, koperasi, dan
sebagainya,
3.   Pendidikan, yaitu yang menyangkut pengasuhan anak, berbagai jenjang pendidikan,
pemberantasan buta huruf, perpustakaan umum, pers, dan sebagainya.
4.   Ilmu pengetahuan, meliputi pendidikan, penelitian, metodologi ilmiah, dan 
sebagainya, 
5. Keindahan dan  rekreasi, menyangkut berbagai cabang kesenian, olah raga, kesusateraan,
dan sebagainya,
6. Agama, menyangkut peribadatan, upacara, semedi, penyiaran agama, doa,  kenduri, ilmu
gaib, ilmu dukun, dan sebagainya,
7.  Kekuasaan, menyangkut pemerintahan, kepartaian, demokrasi, ketentaraan dan
sebagainya,
8.  Kesehatan  atau  kenyamanan,  menyangkut kecantikan dan kesehatan, kedokteran,
pengobatan tradisional, dan sebagainya.

Penggolongan tersebut di atas tentu belum lengkap, karena di dalamnya belum
tercakup semua jenis lembaga kemasyarakatan yang mungkin terdapat dalam suatu
masyarakat. Hal-hal seperti kejahatan, prostitusi, banditisme, dan lain-lain, juga merupakan
lembaga kemasyarakatan. Disamping itu juga ada lembaga kemasyarakatan yang memiliki
sangat banyak aspek, sehingga mereka juga dapat ditempatkan di dalam lebih dari satu
golongan . Feodalisme, yang menciptakan suatu sistem hubungan antara pemilik tanah dan
penggarap, yang sebenarnya menyebabkan terjadinya  produksi dari hasil bumi, , dapat
dianggap sebagai lembaga ekonomi; tetapi sebagai suatu sistem hubungan antara pihak yang
berkuasa dengan fihak yang dikuasai, feodalisme dapat diangga sebagai lembaga politik. 
Selain itu dalam suatu masyarakat terdapat banyak lembaga yang tidak secara khusus
tumbuh dari dalam adat-istiadat masyarakat yang bersangkutan, melainkan yang secara tidak
disadari ataupun secara terencana diambil dari masyarakat lain, seperti misalnya demokrasi
parlementer, sistem kepartaian, koperasi, perguruan tinggi, dan lainnya. Lembaga asing itu
pada umumnya anya dapat bertahan apabila lembaga-lembaga itu dapat diselaraskan dengan
lembaga-lembaga yang ada, kecuali apabila kegunaannya dapat disadari  dan difahami
sepenuhnya oleh warga masyarakat yang bersangkutan.  










BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Lembaga masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa, dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.

 * Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
1) Memberikan pedoman kepada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2) Menjaga kebutuhan masyarakat yang bersangkutan
3) Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.

3.2 Saran
            Untuk tercapainya Tujuan Lembaga Kemasyarakatan, Masyarakat harus saling bekerja sama dan saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.






DAFTAR PUSTAKA

Horton, Paul B.- Hunt, Chester L. (1992). Sosiologi,  (terj.). edisi keenam, Jakarta: Penerbit
Erlangga
Johnson, Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, terj. Jilid 1 – 2. Jakarta:   
PT Gramedia Indonesia
Haviland, William A. (1988). Antropologi. (terj.). Jakarta. Penerbit Erlangga.
Koentjaraningrat. (1996). Pengantar Antropologi; Jakarta: Rineka Cipta. 
Merton, Robert K.. (1967). Social Theory and Social Structure. New York : The Free Press.
Nasikun. (1993). Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Sanderson, (2000) Sosiologi Macro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial; Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada
Soekanto, Soerjono. (1998).  Sosiologi Suatu Pengantar; Jakarta: Yayasan Penerbit
Universitas Indonesia.
Soekanto, Soerjono.  (1983). Beberapa Teori Sosiologi Tentang Sturktur Sosial, Jakarta: CV Rajawali.
Soemardjan, Selo-Soemardi, (1974). Setangkai Bunga Sosiologi; Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.
Sukanto, S. Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press, 1982.