MAKALAH PSIKOLOGI LEMBAGA MASYARAKAT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah
satu unsur penting dari kajian tentang struktur sosial adalah lembaga
kemasyarakatan, namun
pembahasan tentang lembaga kemasyarakatan dalam bagian ini
sifatnya tidak
menyeluruh, tetapi hanya sekedar
pengantar yang menyangkut hal-hal pokok
saja, mengingat pada
bagian berikutnya, kajian tentang lembaga kemasyarakatan ini akan
dibahas secara
terperinci; maksud penulisannya yaitu untuk menggambarkan satu bagian dari
struktur sosial
sehingga kajiannya menjadi utuh.
Unsur
penting lain dari struktur sosial adalah apa yang disebut sebagai lembaga
sosial
atau lembaga kemasyarakatan juga biasa disebut dengan institusi sosial sebagai pengertian
dari konsep awal social institutions, yaitu sebagai himpunan
norma-norma segala tingkatan
yang berkisar pada
suatu kebutuhan pokok di dalam kehidupan masyarakat; Koentjaraningrat
(1996) mengartikan
social institutions ini sebagai pranata
sosial, yaitu sebagai suatu sistem
norma khusus yang
menata serangkaian tindakan berpola mantap guna memenuhi suatu
keperluan yang khusus
dalam kehidupan masyarakat. Dalam bahasa sehari-hari istilah
institution sering
dikacaukan dengan institute, dalam pengertian Koentjaraningrat di atas
institution
diartikannya sebagai pranata, sedangkan institute diartikan sebagai lembaga;
namun dalam sosiologi, pengertian konsep itu tidak
demikian walaupun substansinya
sebenarnya sama.
Soerjono Soekanto (1998) mengartikan institution sebagai lembaga dan
institute sebagai asosiasi,
untuk selanjutnya buku ini lebih mengacu terhadap apa yang
dikemukakan oleh
Soekanto di atas.
Kalau
mengacu pada apa yang dikatakan W.G. Sumner (1940) dengan karangannya
yang cukup terkenal
“folkways”, dia mengatakan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan
tumbuh dari
kebiasaan-kebiasaan menjadi adat istiadat, yang kemudian berkembang menjadi
tata kelakuan („mores‟)
dan akan bertambah matang apabila telah diadakan penjabaran
terhadap aturandan
perbuatan; pada saat itu terbentuklah suatu struktur (yaitu suatu sarana
atau struktur peranan),
dan sempurnalah lembaga tersebut. Kebiasaan dan tata kelakuan,
merupakan cara–cara
bertingkah laku yang lebih bersifat habitual dan kadang-kadang tidak
didasarkan pada
penalaran. Kemudian Sumner beranggapan, bahwa suatu lembaga bukan
merupakan aksi atau
kaidah, akan tetapi suatu kristalisasi dari perangkat kaidah-kaidah, yang
selanjutnya mengacu
pada organisasi-organisasi abstrak maupun konkrit; dia menganggap
perkawinan sebagai
lembaga yang tidak sempurna, oleh karena tidak berstruktur, akan tetapi
keluarga merupakan
suatu lembaga.
Lembaga kemasyarakatan ini selalu melekat dalam
kehidupan masyarakat, tidak
dipersoalkan apakah
bentuk masyarakat itu masih sederhana ataupun telah maju; setiap
masyarakat sudah tentu
tidak akan terlepas dengan kompleks kebutuhan atau kepentingan
pokok yang apabila
dikelompok-kelompokkan, terhimpun menjadi lembaga kemasyarakatan ,
dan wujud konkrit dari lembaga sosial
disebut asosiasi. Sebagai contoh, Universitas
merupakan lembaga
kemasyarakatan, sedangkan Universitas Indonesia, Institut Teknologi
Bandung, Universitas
Gajah Mada, atau Universitas Airlangga adalah contoh asosiasi. Selain
kegunaan seperti di
atas, lembaga kemasyarakatan memuat arti penting dalam masyarakat,
yaitu mengkondisikan
keteraturan dan menjaga integrasi dalam masyarakat; yang secara
umum Soekanto mengemukakan bahwa lembaga kemasyarakatan
yang bertujuan untuk
memenuhi kebutuhan
pokok manusia itu pada dasarnya mempunyai beberapa fungsi, yaitu :
1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat
tentang bagaimana seharusnya
mereka bertingkah-laku
atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakatnya, terutama
yang menyangkut berbagai kebutuhan.
2. Menjaga keutuhan masyarakat
3. Memberikan pegangan
kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian
sosial (social
control); artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah-laku
anggota-anggotanya.
1.2
Rumsan Masalah
1.
Apa Lembaga Masyarakat ?
2.
Apa Tujuan Lembaga Kemasyarakatan ?
3.
Apa Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan ?
4.
Apa Social Control ?
5.
Apa Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan ?
6.
Apa Tipe Lembaga Kemasyarakatan ?
7.
Apa Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan ?
1.3
Tujuan Penulisan
1.
Mengetahui Pengertian Lembaga Masyarakat
2.
Mengetahui Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
3.
Mengetahui Proses Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
4.
Mengetahui Social Control
5.
Mengetahui Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
6.
Mengetahui Tipe Lembaga Kemasyarakatan
7.
Mengetahui Bentuk-bentuk umum Lembaga Kemasyarakatan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Lembaga Masyarakat
Lembaga
masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Indonesia
secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan kegiatan
untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila, yang
terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi
profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media massa,
dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga
kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau pranata-sosial
yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat kepada
aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu masyarakat.
2.2 Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
2.2 Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
1) Memberikan pedoman kepada anggota
masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2) Menjaga kebutuhan masyarakat yang
bersangkutan
3) Memberikan pegangan kepada
masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
2.3. Proses
Pertumbuhan Lembaga Kemasyarakatan
a. Norma-norma masyarakat
Supaya
hubungan antar manusia didalam suatu masyarakat terlaksana sebagaimana
dharapkan, maka dirumuskan norma-norma masyarakat. Mula-mula norma-norma
tersebut terbentuk secara tidak sengaja. Namun lama kelamaan norma-norma Contoh
adalah perihal perjanjian tertulis yang menyangkut pinjam meminjam uang yang
dahulu tidak pernah dilakukan. Norma-norma yang ada didalam masyarakat,
mempunyai kekuatan mengikat yang berbeda-beda. Ada norma yang lemah, yang
sedang sampai yang kuat daya ikatnya. Pada yang terakhir umumnya
anggota-anggota masyarakat tidak berani melanggarnya. Untuk dapat membedakan
kekuatan mengikat norma-norma tersebut, secara sosiologi dikenal adanya empat
pengertian, yaitu:
a) Cara (usage) b) Kebiasaan (Folkways)
c) Tata Kelakuan (Mores)
d) Adat Istiadat (Custom)
Cara (Usage)
a) Cara (usage) b) Kebiasaan (Folkways)
c) Tata Kelakuan (Mores)
d) Adat Istiadat (Custom)
Cara (Usage)
Dimana Usage lebih menonjol didalam hubungan
antar individu dalam masyarakat. Suatu penyimpangan terhadapnya tidak akan
mengakibatkan hukum yang berat, akan tetapi hanya sekedar celaan dari individu
yang dihubunginya. Misalnya, orang mempunyai cara masing-masing untuk minum
pada waktu bertemu. Ada yang minum tanpa mengeluarkan bunyi ada pula yang
mengeluarkan unyi sebagai tanda kepuasannya menghilangkan kehausannya. Dalam
cara yang terakhir biasanya danggap sebagai perbuatan yang tidak sopan. Apabila
perbuatan tersebut diperlakukan juga maka paling banyak orang yang diajak minum
bersama akan merasa tersinggung dan mencela cara minum yang demikian.
Kebiasaan (Filkways)
Kebiasaan (Filkways)
Suatu
kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat yang lebih besar dari pada cara.
Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang
sama, merupakan ukti bahwa orang banyak menyukai perbuatan tersebut. Sebagai
contoh, kebiasaan memberi hormat kepada orang lain yang lebih tua. Apabila
perbuatan tadi tidak dilakukan, maka akan dianggap sebagai suatu penyimpanga
terhadap kebiasaan umum dalam masyarakat. Kebiasaan mengormati orang yang lebih
tua merupakan suatu kebiasaan dalam masyarakat dan setiap orang akan
menyalahkan penyimpangan terhadap kebiasaan umum tersebut.
Norma-norma
tersebut diatas telah mengalami suatu proses pada akhirnya akan menjadi bagian
tertantu dari lembaga kemasyarakatan. Proses tersebut dinamakan proses
pelembagaan (Institutionalization), yaitu suatu proses yang dilewatkan oleh
suatu norma yang baru untuk menjadi bagian dari salah satu lembaga
kemasyarakatan. Yang dimaksud ialah, sampai norma itu oleh masyarakat dikenal,
diakui, dihargai, dan kemudian ditaati dalam kehidupan sehari-hari.
Mengingat
adanya proses termaksud diatas, dibedakan antara lembaga kemasyarakatan sebagai
peraturan (operative institutions). Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai
peraturan apabila norma-norma tersebut membatasi serta mengatur prilaku
orang-orang, misalnya lembaga perkawinan mengatur hubungan antara pria dengan
wanita. Lembaga kekeluargaan mengatur hubungan antara anggota keluarga didalam
suatu masyarakat.lembaga kewarisan mengatur proses beralihnya harta kekayaan
dari suatu generasi pada generasi berikutnya.
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
2.4 Social Control
Lembaga kemasyarakatan dianggap sebagai suatu yang sungguh-sungguh berlaku, apabila norma-normanya sepenuhnya membantu pelaksanaan pola-pola kemasyarakatan. Perilaku perseorangan yang dianggap sebagai peraturan merupakan hal sekunder bagi lembaga kemasyarakatan.
2.4 Social Control
Suatu proses
pengadilan sosial dapat dilaksanakan dengan berbagai cara yang pada pokoknya
berkisar pada cara-cara tanpa kekerasan (persuasive) ataupun dengan paksaan
(Coersive). Cara mana yang sebaiknya diterapkan sedikit banyaknya juga
tergantung pada faktor terhadap siapa pengendalian sosial tadi hendak
diperlakukan dan didalam keadaan yang bagaimana. Didalam keadaan masyarakat
yang secara relatife berada pada keadaan yang tentram, maka cara-cara
persuasive mungkin akan lebih efektif dari pada penggunaan paksaan.
Karena didalam masyarakat yang tentram sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging didalam diri warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Betapa tentram dan tenangnya suatu masyarakat, pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang.terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan paksaan, agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketentraman yang telah ada.
Paksaan lebih sering diperlukan didalam masyarakat yang berubah, karena didalam keadaan seperti itu pengendalian social jugaberfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lamayang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas – batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan, karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negative, setidaknya secara potensial.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
2.5 Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
Karena didalam masyarakat yang tentram sebagian kaidah-kaidah dan nilai-nilai telah melembaga atau bahkan mendarah daging didalam diri warga masyarakat. Keadaan demikian bukanlah dengan sendirinya berarti bahwa paksaan sama sekali tidak diperlukan. Betapa tentram dan tenangnya suatu masyarakat, pasti akan dijumpai warga-warga yang melakukan tindakan-tindakan menyimpang.terhadap mereka itu kadang-kadang diperlukan paksaan, agar tidak terjadi kegoncangan-kegoncangan pada ketentraman yang telah ada.
Paksaan lebih sering diperlukan didalam masyarakat yang berubah, karena didalam keadaan seperti itu pengendalian social jugaberfungsi untuk membentuk kaidah-kaidah baru yang menggantikan kaidah-kaidah lamayang telah goyah. Namun demikian, cara-cara kekerasan ada pula batas – batasnya dan tidak selalu dapat diterapkan, karena biasanya kekerasan atau paksaan akan melahirkan reaksi negative, setidaknya secara potensial.
Reaksi yang negative akan selalu mencari kesempatan dan menunggu dimana saat Agent Of Social Control berada didalam keadaan lengah. Bila setiap kali paksaan diterapkan, hasilnyabukan pengendalian social yang akan melembaga, tetapi cara paksaanlah yang akan mendarah daging serta berakar kuat.
2.5 Ciri-ciri Umum Lembaga Kemasyarakatan
1. Suatu lembaga kemasyarakatan
adalah organisasi pola-pola pemikiran dan pola-pola
perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat-istiadat, tata-kelakuan, kebiasaan serta
unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2. Suatu tingkat kekelan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama.
3.Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan,
mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya
berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
5. Lambang-lambang biasanya merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
6. Suatu Lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis atau yang tidak tertulis,
yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.
perilaku yang terwujud melalui aktivitas kemasyarakatan dan hasil-hasilnya.
Lembaga kemasyarakatan terdiri dari adat-istiadat, tata-kelakuan, kebiasaan serta
unsur-unsur kebudayaan lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung
tergabung dalam satu unit yang fungsional.
2. Suatu tingkat kekelan tertentu merupakan ciri dari semua lembaga kemasyarakatan.
Sistem-sistem kepercayaan dan aneka macam tindakan, baru akan menjadi bagian
lembaga kemasyarakatan setelah melewati waktu yang relatif lama.
3.Lembaga kemasyarakatan mempunyai satu atau beberapa tujuan tertentu.
4. Lembaga kemasyarakatan mempunyai alat-alat perlengkapan yang dipergunakan
untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan, seperti bangunan, peralatan,
mesin dan lain sebagainya. Bentuk serta penggunaan alat-alat tersebut biasanya
berlainan antara satu masyarakat dengan masyarakat lain.
5. Lambang-lambang biasanya merupakan ciri khas dari lembaga kemasyarakatan.
Lambang-lambang tersebut secara simbolis menggambarkan tujuan dan fungsi lembaga yang bersangkutan.
6. Suatu Lembaga kemasyarakatan mempunyai tradisi tertulis atau yang tidak tertulis,
yang merumuskan tujuannya, tata tertib yang berlaku dan lain-lain.
2.6 Tipe
Lembaga Kemasyarakatan
Tipe-tipe
lembaga kemasyarakatan dapat diklasifikasikan dari pelbagai sudut.
Menurut Gillin dan Gillin :
Menurut Gillin dan Gillin :
1) Dari sudut perkembangannya :
a. Crescive Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Lembaga-lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Contoh : hak milik, perkawinan, agama, dsb.
b. Enacted Institution
Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
a. Crescive Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Lembaga-lembaga yang secara tidak sengaja tumbuh dari adat-istiadat masyarakat. Contoh : hak milik, perkawinan, agama, dsb.
b. Enacted Institution
Dengan sengaja dibentuk untuk memenuhi tujuan tertentu, misalnya lembaga utang-piutang, lembaga perdagangan, dan lembaga-lembaga pendidikan, yang kesemuanya berakar pada kebiasaan-kebiasaan masyarakat.
2) Dari sudut sistem nilai-nilai
yang diterima masyarakat:
a. Basic Institutions
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia,
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, segara, dsb.
b. Subsidiary Institutions
Dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
a. Basic Institutions
Lembaga kemasyarakatan yang sangat penting untuk memelihara dan
mempertahankan tata tertib dalam masyarakat. Dalam masyarakat Indonesia,
misalnya keluarga, sekolah-sekolah, segara, dsb.
b. Subsidiary Institutions
Dianggap kurang penting. Misalnya kegiatan-kegiatan untuk rekreasi.
3) Dari sudut penerimaan masyarakat:
a. Approved-Socially Sanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti sekolah, lembaga
perdagangan, dsb.
b. Unsanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
a. Approved-Socially Sanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang diterima masyarakat, seperti sekolah, lembaga
perdagangan, dsb.
b. Unsanctioned Institutions
Lembaga-lembaga yang ditolak masyarakat, walau masyarakat kadang-kadang tidak berhasil memberantasnya. Misalnya kelompok penjahat, pemeras pencoleng, dsb.
4) Dari sudut penyebarannya :
a. General Institutions
Contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia.
b. Restricted Institutions Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted Institutions, karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini.
5) Dari sudut fungsinya :
a. Operative Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
b. Restricted Regulative
Bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri
a. General Institutions
Contoh : Agama merupakan suatu General Institutions, karena dikenal oleh hampir semua masyarakat dunia.
b. Restricted Institutions Agama Islam, Katolik, Protestan, Budha, dan Hindu, merupakan Restricted Institutions, karena dianut oleh masyarakat tertentu di dunia ini.
5) Dari sudut fungsinya :
a. Operative Institutions Bahan Ajar Pengantar Sosiologi
Gumgum Gumilar, S.Sos., M.Si./ Program Studi Ilmu Komunikasi Unikom Berfungsi sebagai lembaga yang menghimpun pola-pola atau tata cara yang diperlukan untuk mencapai tujuan lembaga yang bersangkutan.
b. Restricted Regulative
Bertujuan untuk mengawasi adat-istiadat atau tata kelakukan yang tidak menjadi bagian mutlak lembaga itu sendiri
2.7 Bentuk-bentuk umum Lembaga
Kemasyarakatan
Dari sudut pandang kompleks atau sederhananya suatu lembaga kemasyarakat atau
menentukan
berapa banyak atau besar lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada dalam
satu
masyarakat, sebenarnya sukar untuk diukur, karena hal ini tergantung dari sifat
kompleks
atau
sederhananya kebudayaan suatu masyarakat. Makin besar dan kompleks perkembangan
suatu
masyarakat, makin banyak pula jumlah
lembaga kemasyarakatan yang ada. Namun
untuk
menentukan lembaga–lembaga kemasyarakatan yang pokok, sekurangnya setiap
masyarakat
memiliki delapan buah lembaga kemasyakatan berdasarkan fungsi untuk
memenuhi
keperluan hidupnya, yaitu yang
menyangkut lembaga :
1.
kekerabatan yang disebut juga sebagai kinship institutions, antara lain
mencakup lembaga
perkawinan,
tolong menolong antar kerabat, pengasuhan anak, sopan santun pergaulan
antar
kerabat, dan lain-lain.
2. ekonomi
(produksi, mengumpulkan dan mendistribusikan hasil produksi, dan
lain-lain),
antara lain
mencakup pertanian, peternakan, berburu, industri, perbankan, koperasi, dan
sebagainya,
3. Pendidikan, yaitu yang menyangkut pengasuhan
anak, berbagai jenjang pendidikan,
pemberantasan
buta huruf, perpustakaan umum, pers, dan sebagainya.
4. Ilmu pengetahuan, meliputi pendidikan,
penelitian, metodologi ilmiah, dan
sebagainya,
5. Keindahan
dan rekreasi, menyangkut berbagai cabang
kesenian, olah raga, kesusateraan,
dan
sebagainya,
6. Agama,
menyangkut peribadatan, upacara, semedi, penyiaran agama, doa, kenduri, ilmu
gaib, ilmu
dukun, dan sebagainya,
7. Kekuasaan, menyangkut pemerintahan,
kepartaian, demokrasi, ketentaraan dan
sebagainya,
8. Kesehatan
atau kenyamanan, menyangkut kecantikan dan kesehatan,
kedokteran,
pengobatan
tradisional, dan sebagainya.
Penggolongan tersebut di atas tentu belum lengkap,
karena di dalamnya belum
tercakup
semua jenis lembaga kemasyarakatan yang mungkin terdapat dalam suatu
masyarakat.
Hal-hal seperti kejahatan, prostitusi, banditisme, dan lain-lain, juga
merupakan
lembaga
kemasyarakatan. Disamping itu juga ada lembaga kemasyarakatan yang memiliki
sangat
banyak aspek, sehingga mereka juga dapat ditempatkan di dalam lebih dari satu
golongan .
Feodalisme, yang menciptakan suatu sistem hubungan antara pemilik tanah dan
penggarap,
yang sebenarnya menyebabkan terjadinya
produksi dari hasil bumi, , dapat
dianggap
sebagai lembaga ekonomi; tetapi sebagai suatu sistem hubungan antara pihak yang
berkuasa
dengan fihak yang dikuasai, feodalisme dapat diangga sebagai lembaga
politik.
Selain itu dalam suatu masyarakat terdapat banyak
lembaga yang tidak secara khusus
tumbuh dari
dalam adat-istiadat masyarakat yang bersangkutan, melainkan yang secara tidak
disadari
ataupun secara terencana diambil dari masyarakat lain, seperti misalnya
demokrasi
parlementer,
sistem kepartaian, koperasi, perguruan tinggi, dan lainnya. Lembaga asing itu
pada umumnya
anya dapat bertahan apabila lembaga-lembaga itu dapat diselaraskan dengan
lembaga-lembaga
yang ada, kecuali apabila kegunaannya dapat disadari dan difahami
sepenuhnya
oleh warga masyarakat yang bersangkutan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Lembaga
masyarakat adalah lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan visi, misi, profesi, fungsi dan
kegiatan untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka mencapai tujuan
nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila, yang terdiri dari organisasi keagamaan, lembaga swadaya masyarakat,
organisasi profesi, organisasi swasta, organisasi sosial, organisasi politik, media
massa, dan bentuk organisasi lainnya.
Lembaga
kemasyarakatan berasal dari istilah asing “social-institution” atau
pranata-sosial yaitu suatu sistem tata kelakuan dan hubungan yang berpusat
kepada aktivitas-aktivitas untuk memenuhi kebutuhan khusus dalam suatu
masyarakat.
* Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
* Tujuan Lembaga Kemasyarakatan
1) Memberikan pedoman kepada anggota
masyarakat, bagaimana mereka harus
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
bertingkahlaku atau bersikap di dalam menghadapi masalah-masalah dalam
masyarakat, yang terutama menyangkut kebutuhan pokok.
2) Menjaga kebutuhan masyarakat yang
bersangkutan
3)
Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
pengendalian sosial (social control), artinya, sistem pengawasan dari masyarakat
terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
3.2 Saran
Untuk
tercapainya Tujuan Lembaga Kemasyarakatan, Masyarakat harus saling bekerja sama
dan saling mengawasi terhadap tingkah laku anggota-anggotanya.
DAFTAR
PUSTAKA
Horton, Paul
B.- Hunt, Chester L. (1992). Sosiologi,
(terj.). edisi keenam, Jakarta: Penerbit
Erlangga
Johnson,
Doyle Paul. (1986). Teori Sosiologi Klasik Dan Modern, terj. Jilid 1 – 2.
Jakarta:
PT Gramedia
Indonesia
Haviland,
William A. (1988). Antropologi. (terj.). Jakarta. Penerbit Erlangga.
Koentjaraningrat.
(1996). Pengantar Antropologi; Jakarta: Rineka Cipta.
Merton,
Robert K.. (1967). Social Theory and Social Structure. New York : The Free
Press.
Nasikun. (1993).
Sistem Sosial Indonesia, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada
Sanderson,
(2000) Sosiologi Macro, Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial; Jakarta:
PT
RajaGrafindo Persada
Soekanto,
Soerjono. (1998). Sosiologi Suatu
Pengantar; Jakarta: Yayasan Penerbit
Universitas
Indonesia.
Soekanto,
Soerjono. (1983). Beberapa Teori
Sosiologi Tentang Sturktur Sosial, Jakarta: CV Rajawali.
Soemardjan,
Selo-Soemardi, (1974). Setangkai Bunga Sosiologi; Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia.
Sukanto, S.
Pengantar Sosiologi (edisi terbaru). Jakarta: Rajawali Press, 1982.